Selasa, 28 Agustus 2007

Menghapus mafia peradilan di PN Surabaya

Tulisan ini sebagai bentuk keprihatinan melihat kondisi pengadilan negeri Surabaya yang dipenuhi suap dan pungli. Misalnya pendaftaran surat kuasa dikenakan biaya tidak resmi, mengambil salinan putusan harus bayar, pungutan untuk Banding dan Kasasi, legalisir, agenda sidang yang tidak tertata rapi sampai jual beli perkara. Carut marut penanganan perkara di PN (baca; pengadilan negeri) Surabaya menambah daftar kebobrokan lembaga peradilan di Indonesia.

Sudah menjadi kebiasan di PN Surabaya bahwa, system persidangan bertele-tele, menjemukan dipenuhi suap dan mafia peradilan. Padahal, setiap hari persidangan baik perkara Perdata maupun Pidana selalu memenuhi ruang persidangan, kadang harus antri menunggu ruang sidang yang masih dipergunakan. Jika seperti itu biasaya ruang sidang Pengadilan Niaga yang kebetulan tempatnya di gedung sebelah dipakai sidang perkara Perdata dan Pidana yang tidak kebagian ruang sidang.

Sudah pernah ada usulan, PN Surabaya di tambah seperti Jakarta, disebabkan banyaknya perkara yang ditangani. Pengadilan negeri Jakarta Pusat, Timur, Utara dan Selatan dan Barat. mengikuti teritori pembagian wilayah di Jakarta. Tapi untuk Surabaya hal ini sulit dilakukan mengingat belum adanya pembagian wilayah teritorial.

Para Advokat yang melakukan pembelaan kliennya baik perkara perdata maupun pidana melihat sistem persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya sangat tidak efektif dan efisien. Karena satu hari hanya bisa sidang sekali, bagi Advokat yang kebetulan jam terbangnya tinggi tentu hal ini menjadi halangan, bisa jadi dalam satu hari ada beberapa perkara ditempat lain yang ditangani akhirnya tidak bisa diselesaikan hanya disebabkan harus menunggu sidang yang tidak menentu di PN Surabaya.

Sering kali para Advokat jam 9 (sembilan) sudah hadir di pengadilan tetapi karena lawannya belum datang, persidangan tidak bisa dimulai, dan harus menunggu berjam-jam, majelis hakim sendiri ketika diminta untuk memulai sidang tidak mau sebelum para pihaknya lengkap. Bagi mereka yang bertujuan mengulur persidangan maka sistem yang ada sekarang sangat diuntungkan. Tetapi jelas ini bertentangan dengan azas peradilan, dan menodai makna bahwa proses beracara yang cepat dan murah. Penulis sendiri pernah nunggu dari jam 9, baru jam 2 sidang bisa digelar. Ini terjadi penyebabnya tidak hanya karena lawan yang belum datang, tapi salah satu dari ketiga majelis hakim menangani perkara lain, sehingga saling menunggu untuk supaya majelis hakim lengkap baru sidang bisa dimulai, sungguh ironis.

Bahwa, di PN Surabaya dalam hal administrasi perkara perdata dan pidana sarat dengan pungli dan suap. Untuk mendaftar surat kuasa Advokat harus merogoh sakunya antara Rp.15.000, (lima belas ribu rupiah) hingga Rp.25.000, (dua puluh lima ribu rupiah), jika ini tidak dilakukan maka proses pendaftaran surat kuasa membutuhkan waktu lama, padahal pendaftaran surat kuasa adalah syarat wajib untuk bisa mendampingi Klien.

Tidak itu saja, setelah putusan dibacakan harusnya Advokat/Terdakwa baik perkara perdata dan pidana berhak mendapatkan salinanan putusan, ini sebagai bahan untuk mengajukan banding. Praktik selama ini jika tidak mengeluarkan rupiah yang mencapai ratusan ribu, jangan harap bisa mendapatkan salinan putusan.

Para Advokat apabila hendak mengajukan Banding dan Kasasi yang tidak sepakat terhadap putusan hakim juga dibebani biaya tidak resmi, padahal untuk perkara perdata sudah ada biaya panjar (resmi) yang nilainya di atas Rp.500.000, (lima ratus ribu rupiah).

Apabila masyarakat hendak mengajukan legalisir di PN Surabaya, dikenai biaya tidak resmi, yang dihitung perlembar yang akan dilegalisir. karena ini sudah menjadi budaya di PN Surabaya sehingga masyarakat tidak mempersoalkannya.

Pengadilan adalah tempat masyarakat mencari keadilan, lembaga ini harus bersih dari suap dan pungli, tidak terkecuali PN Surabaya. Maka harus ada gerakan bersama, Tidak bisa kita harapkan akan lahir perubahan dari internal pengadilan, sebab, mereka selama ini mendapat manfaat dari system yang rusak ini. Advokat dan LSM harus bisa memaksa PN Surabaya berubah, jika tidak maka wibawa pengadilan akan luntur tak ubahnya dengan lembaga birokrasi lain yang dipenuhi suap dan pungli.

Kita harus jadikan Pengadilan negeri Surabaya seperti Pengadilan Agama Surabaya yang membuat system persidangan tertata rapi, efektif dan efisien. Bila kita berperkara di PA (baca; Pengadilan Agama Surabaya), kita tidak akan menemui yang namanya pungli dan suap, di sana semua proses beracara sangat simple dan murah. Semua orang yang hendak sidang harus mendaftar di panitera. Jadi siapa yang daftar pertama, nanti akan dipanggil duluan. Dan pada jam 9 (sembilan) sesuai dangan surat panggilan dipanggil satu-persatu. Jika salah satu pihak tidak hadir, maka dianggap tidak datang kepersidangan. Jelas ini merupakan cerminan kepastian hukum proses beracara yang cepat dan murah. Belum pernah penulis alami sidang di PA Suarbaya mengalami sidang molor atau dimintai uang tidak resmi.

Proses persidangan PA Surabaya bisa diberlakukan di PN Surabaya dengan syarat Majelis Hakimnya harus satu tim dalam menangani perkara, sehingga tidak akan terjadi saling menunggu sidang yang disebabkan salah satu hakim masih sidang perkara lain.

Di PA Surabaya pendaftaran surat kuasa memang bayar tapi resmi ada kwitansi tanda terima meskipun agak mahal, tetapi mereka yang berperkara puas karena jelas uang itu lari kemana? Setelah putusan dibacakan 2 (dua) minggu kemudian salinan putusan bisa diambil tanpa dikenai biaya tambahan apapun. Bagi Advokat dalam menjelaskan kepada Klien tentang biaya perkara yang resmi sangat mudah, biarpun mahal jelas pertanggungjawabannya, berbeda dengan menjelaskan biaya yang tidak resmi kepada Klien kami mengalami kesulitan. Bisa jadi Klien curiga bahwa Advokat sendiri yang cari tambahan uang dengan alasan bayar ini dan itu.

Berkaca pada PA Surabaya, masih ada secercah harapan untuk bisa memberantas mafia peradilan di PN Surabaya. Harus diingat pungli dan suap adalah pintu masuk terjadinya jual beli perkara. Ditengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pengadilan, PA Surabaya bisa menjadi bukti bahwa masih ada lembaga pengadilan di bangsa ini yang masih bersih tanpa ada mafia peradilan. Ini harus menjadi contoh pengadilan tempat lain tak terkecuali PN Surabaya.

MUHAMMAD SHOLEH,SH.

Advokat juga Kepala Badan Bantuan Hukum PDI Perjuangan Surabaya

Hp.08123000134

Rek Bca.5090070501

Tidak ada komentar: